RRC (Republik Rakyat Cina) adalah sebuah negara komunis yang memiliki wilayah, kebudayaan, sejarah, dan geografi lebih umum dikenal sebagai Cina. Sejak RRC didirikan pada 1949,negeri ini telah dipimpin oleh Partai Komunis Cina (PKC). Ia disebut juga dengan Republik Rakyat Tiongkok (RRT).
Cina adalah sebuah negara dengan penduduk terbanyak di dunia iaitu 1.3 milyar jiwa dengan wilayah terluas ketiga di dunia setelah Rusia dan Kanada. Pemerintahan Cina menganut sistem komunis semenjak 1 Oktober 1949 setelah kekuatan komunis yang dipimpin oleh Mao Zedong memenangkan perang saudara melawan kekuatan nasionalis yang dipimpin oleh Chiang Kaishek. Meskipun ideologi komunis sudah cukup lama dianut penduduk Cina, namun berabad-abad sebelumnya, masyarakat Cina sudah berkenalan pula dengan Islam. Agama ini ditaksir sudah menyebar di Cina sejak abad ke-7 di masa pemerintahan dinasti Tang.
Jumlah penduduk Muslim di Cina adalah sekitar 20 juta jiwa, sementara data lain menyebutkan 60-70 juta jiwa. Mereka tersebar di 10 suku, termasuk etnik Huizu, Uygur, Kazakh, Kirgiz, Tajik, Uzbek, Tatar dan lain-lainnya. Lebih dari 200 juta jiwa adalah penduduk yang menganut salah satu dari agama samawi. Sedangkan sisanya menghadapi kekosongan fikiran dan tidak beragama. Hal ini telah mendorong umat agama samawi berlomba-lomba untuk menarik pengikut. Sebagai contoh, missionaries Kristen telah menjalankan misi kristenisasi secara terorganisir di sana. Dengan gerakan missionaries inilah, populasi umat Kristen Cina meningkat tajam dari 10 juta di masa lalu menjadi sekitar 35 juta jiwa.
Sejak Dinasti Qing berkuasa (1644-1911)hingga berdirinya Republik Rakyat Cina pada tahun 1949, hubungan Muslim Cina dengan penguasa sangat memburuk. Mereka telah dilarang membangun masjid, menyembelih hewan korban pada setiap Idul Adha dan menunaikan ibadah haji. Bahkan semenjak munculnya komunisme, umat Islam dan banyak penduduk Cina lainnya sangat menderita oleh aksi kekejaman dan pembantaian sadis hingga berakhirnya Revolusi Budaya (Cultural Revolution) pada tahun 1970-an. Setelah revolusi tersebut berakhir, pemerintah Cina mulai bersikap liberal terhadap umat Islam apalagi setelah kebebasan beragama di umumkan pada tahun 1978. Umat Muslim di Cina telah mendapat kebebasan beragama, buku-buku dan artikel tentang Islam mulai banyak ditemukan dalam pasaran dan media di seluruh Cina. Di banyak perguruan tinggi terpandang di negeri itu, telah diadakan pusat-pusat kajian dan akademi ilmu sosial yang mempelajari tentang keislaman. Terjemahan kitab suci Al-Quran juga mudah didapatkan di sana.
Oleh sebab itu di bawah pemerintahan Cina saat ini, Islam telah bangkit kembali, hal tersebut ditandai dengan bertambahnya jamaah salat di masjid berbanding masa sebelum Revolusi Budaya, dan bangkitnya minat generasi muda terhadap agama. Pada tahun 1998, telah terdapat 32,749 masjid di seluruh Republik Rakyat Cina, di mana 23,000 di antaranya terdapat di provinsi Xinjiang (provinsi di Cina bagian barat, berbatasan dengan Afghanistan dan Kazakhstan). Pada masa-masa ini organisasi-organisasi Islam telah dapat melakukan kegiatan antar-etnik di antara komuniti- komuniti Muslim di Cina.
Umat Muslim di Cina juga telah memperoleh perlakuan yang toleran dalam aspek keagamaan yang lain. Misalnya, di daerah mayoritas Muslim, penternakan babi tidak diperbolehkan. Bagi kaum Muslim telah disediakan tempat pemakaman tersendiri. Pasangan Muslim dapat menikah secara resmi dengan dipimpin oleh Imam. Para pekerja Muslim diberi kesempatan berlibur pada hari-hari besar Islam. Kaum Muslim di Cina mendapat izin untuk melakukan perjalanan ibadah Haji ke Mekah tanpa dibatasi.
Mungkin kelonggaran bagi umat Islam disebabkan oleh politik pemerintahan Cina untuk meningkatkan hubungan perdagangan mereka dengan negara-negara minyak di Timur Tengah, di mana kebanyakan pengusahanya adalah beragama Islam. Apalagi pemerintahan Cina kini, mulai mengalihkan perhatiannya ke Timur Tengah untuk memperkuat perekonomian.
Selain mendapatkan kebebasan melakukan kegiatan keagamaan, umat Islam di Cina juga bebas untuk terlibat dan aktif dalam perekonomian. Bahkan telah mempengaruhi kemajuan ekonomi di Cina saat ini. Hal ini terbukti dengan adanya kebijakan pemerintahan Shanghai dalam pembangunan berbagai perusahaan makanan halal, tempat penyembelihan halal, Perusahaan Makanan Halal Shanghai, Tempat Makanan Etnik Hui Tianshan, Restoran Masakan Kambing Hong Changxing, Restoran Islam Salam dan lain-lain. Hingga akhir tahun 2001, jumlah pusat penjualan makanan halal di Shanghai telah mencapai 161 buah, jumlah pekerja mencapai 2611 orang, jumlah penjualan tahunan mencapai lebih 110 juta Yuan RMB.
Dalam segi sosial budaya, umat Islam dibandingkan etnik lainnya yang mendiami dataran Tiongkok, seperti orang Han, Mancu, Mongol atau Tibet, kaum Muslimin Cina memiliki banyak kebiasaan berbeda. Setidaknya dari segi penataan interior rumah, mode pakaian, makan-minum, cara berpergian, bahasa komunikasi serta kegemaran olahraga, kaum Muslimin Cina memiliki cara dan ciri tersendiri.
Jumlah penduduk Muslim di Cina adalah sekitar 20 juta jiwa, sementara data lain menyebutkan 60-70 juta jiwa. Mereka tersebar di 10 suku, termasuk etnik Huizu, Uygur, Kazakh, Kirgiz, Tajik, Uzbek, Tatar dan lain-lainnya. Lebih dari 200 juta jiwa adalah penduduk yang menganut salah satu dari agama samawi. Sedangkan sisanya menghadapi kekosongan fikiran dan tidak beragama. Hal ini telah mendorong umat agama samawi berlomba-lomba untuk menarik pengikut. Sebagai contoh, missionaries Kristen telah menjalankan misi kristenisasi secara terorganisir di sana. Dengan gerakan missionaries inilah, populasi umat Kristen Cina meningkat tajam dari 10 juta di masa lalu menjadi sekitar 35 juta jiwa.
Sejak Dinasti Qing berkuasa (1644-1911)hingga berdirinya Republik Rakyat Cina pada tahun 1949, hubungan Muslim Cina dengan penguasa sangat memburuk. Mereka telah dilarang membangun masjid, menyembelih hewan korban pada setiap Idul Adha dan menunaikan ibadah haji. Bahkan semenjak munculnya komunisme, umat Islam dan banyak penduduk Cina lainnya sangat menderita oleh aksi kekejaman dan pembantaian sadis hingga berakhirnya Revolusi Budaya (Cultural Revolution) pada tahun 1970-an. Setelah revolusi tersebut berakhir, pemerintah Cina mulai bersikap liberal terhadap umat Islam apalagi setelah kebebasan beragama di umumkan pada tahun 1978. Umat Muslim di Cina telah mendapat kebebasan beragama, buku-buku dan artikel tentang Islam mulai banyak ditemukan dalam pasaran dan media di seluruh Cina. Di banyak perguruan tinggi terpandang di negeri itu, telah diadakan pusat-pusat kajian dan akademi ilmu sosial yang mempelajari tentang keislaman. Terjemahan kitab suci Al-Quran juga mudah didapatkan di sana.
Oleh sebab itu di bawah pemerintahan Cina saat ini, Islam telah bangkit kembali, hal tersebut ditandai dengan bertambahnya jamaah salat di masjid berbanding masa sebelum Revolusi Budaya, dan bangkitnya minat generasi muda terhadap agama. Pada tahun 1998, telah terdapat 32,749 masjid di seluruh Republik Rakyat Cina, di mana 23,000 di antaranya terdapat di provinsi Xinjiang (provinsi di Cina bagian barat, berbatasan dengan Afghanistan dan Kazakhstan). Pada masa-masa ini organisasi-organisasi Islam telah dapat melakukan kegiatan antar-etnik di antara komuniti- komuniti Muslim di Cina.
Umat Muslim di Cina juga telah memperoleh perlakuan yang toleran dalam aspek keagamaan yang lain. Misalnya, di daerah mayoritas Muslim, penternakan babi tidak diperbolehkan. Bagi kaum Muslim telah disediakan tempat pemakaman tersendiri. Pasangan Muslim dapat menikah secara resmi dengan dipimpin oleh Imam. Para pekerja Muslim diberi kesempatan berlibur pada hari-hari besar Islam. Kaum Muslim di Cina mendapat izin untuk melakukan perjalanan ibadah Haji ke Mekah tanpa dibatasi.
Mungkin kelonggaran bagi umat Islam disebabkan oleh politik pemerintahan Cina untuk meningkatkan hubungan perdagangan mereka dengan negara-negara minyak di Timur Tengah, di mana kebanyakan pengusahanya adalah beragama Islam. Apalagi pemerintahan Cina kini, mulai mengalihkan perhatiannya ke Timur Tengah untuk memperkuat perekonomian.
Selain mendapatkan kebebasan melakukan kegiatan keagamaan, umat Islam di Cina juga bebas untuk terlibat dan aktif dalam perekonomian. Bahkan telah mempengaruhi kemajuan ekonomi di Cina saat ini. Hal ini terbukti dengan adanya kebijakan pemerintahan Shanghai dalam pembangunan berbagai perusahaan makanan halal, tempat penyembelihan halal, Perusahaan Makanan Halal Shanghai, Tempat Makanan Etnik Hui Tianshan, Restoran Masakan Kambing Hong Changxing, Restoran Islam Salam dan lain-lain. Hingga akhir tahun 2001, jumlah pusat penjualan makanan halal di Shanghai telah mencapai 161 buah, jumlah pekerja mencapai 2611 orang, jumlah penjualan tahunan mencapai lebih 110 juta Yuan RMB.
Dalam segi sosial budaya, umat Islam dibandingkan etnik lainnya yang mendiami dataran Tiongkok, seperti orang Han, Mancu, Mongol atau Tibet, kaum Muslimin Cina memiliki banyak kebiasaan berbeda. Setidaknya dari segi penataan interior rumah, mode pakaian, makan-minum, cara berpergian, bahasa komunikasi serta kegemaran olahraga, kaum Muslimin Cina memiliki cara dan ciri tersendiri.
0 Comments:
Post a Comment